I. PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan suku
Betawi merupakan
kebudayaan asli Kota Jakarta. Kebudayaan suku Betawi terbentuk dari akulturasi
(percampuran) berbagai kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi
karena Jakarta sebagai tempat hidup suku Betawi merupakan daerah pesisir yang
sejak dahulu menjadi pusat perdagangan. Oleh karena itu, dengan sendirinya menjadi
tujuan berbagai etnis dari kawasan Nusantara dan dunia.
Di samping itu, sikap terbuka orang Betawi dan
penghargaannya yang tinggi terhadap perbedaan juga turut mempercepat akulturasi
tersebut. Karena akulturasi tadi, kebudayaan suku Betawi dapat dikelompokan
menjadi beberapa jenis berdasarkan pengaruh kebudayaan-kebudayaan asal yang
membentuknya, yaitu:
1. Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh
kebudayaan Arab dan melayu, seperti samrah, rebana dan marawis.
2. Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh
kebudayaan Cina seperti lenong, topeng betawi, tari cokek dan tari yapong.
3. Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh
kebudayaan Portugis dan Belanda, misalnya keroncong tugu dan tanjidor.
Kebudayaan suku Betawi bisa jadi menjadi kebudayaan
terkaya yang dimiliki Indonesia. Mengingat akulturasi yang terjadi pada
kebudayaan suku ini yang cukup banyak. Tidak mengherankan jika akhirnya
kebudayaan suku Betawi ini menarik minat para pendatang untuk ikut mendiami
sebagian besar wilayah Jakarta sebagai tempat berlangsungnya kebudayaan suku
Betawi secara turun-temurun.
Kebudayaan Suku
Betawi yang Khas
1. Kesenian Suku Betawi – Ondel-Ondel
Ondel-ondel merupakan salah satu kebudayaan suku
Betawi. Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukkan rakyat yang sering digelar dalam
pesta rakyat. Seiring semakin modernnya dan tersisihnya eksistensi Suku Betawi
di Jakarta sekarang ini sedang menggalakkan untuk melestarikan kebudayaan suku
betawi, khususnya ondel-ondel.
Kebudayaan suku Betawi ini berbetuk boneka besar yang
memiliki tinggi sekitar 2,5 meter dan berdiameter 80 cm. ondel-ondel ini dibuat
dari anyaman bamboo yang telah didesain sedemikian rupa sehingga memudahkan
untuk dipikul oleh orang yang berada didalamnya.
Bagian wajah ondel-ondel berupa topeng atau kedok. Wajah ondel-ondel laki-laki dan perempuan
berbeda. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya berwarna merah. Sementara itu,
ondel-ondel perempuan memiliki wajahnya yang berwarna putih. Kebudayaan suku
Betawi ini diperkirakan suda hada sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau
Jawa.
Awalnya, ondel-ondel memiliki fungsi sebagai penolak
bala atau menghindari gangguan roh halus yang gentayangan. Namun, seiring
perkembangan zaman, kebudayaan suku betawi ini pun sering dipentaskan atau
digelar untuk menyemarakkan pesta rakyat atau untuk menyambut tamu hormat.
Kebudayaan suku Betawi ini biasanya diiringi dengan
musik. Musik yang mengiringi ondel-ondel pun bergantung pada rombongan
pengiring ondel-ondel. Biasanya, ondel-ondel diiringi kesenian khas betawi,
yaitu tanjidor dan rebana.
Meskipun arus modernisasi semakin deras, ondel-ondel
dan warisan kebudayaan suku Betawi lainnya, seperti tanjidor dan lenong harus
menunjukkan eksistensinya walaupun kalah dari kebudayaan asing.
Kehidupan sosial masyarakat Betawi
yang santun dan agamis terbukti "tahan banting" oleh budaya
metropolitan yang individualis dan materialistis, walau demikian masih banyak di antara generasi muda
Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara
halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi
minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya.
Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang
kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.
Sementara generasi muda betawi
yang lain yang banyak pula yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di
perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, Walaupun budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk
bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung
kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Dan walaupun banyak
tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang
tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum, Kami akan
selalu Bangga Menjadi Warga Betawi.
Kehidupan sosial masyarakatnya
yang santun dan agamis terbukti "tahan banting" oleh budaya
metropolitan yang individualis dan materialistis, walau demikian masih banyak di antara generasi muda
Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara
halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi
minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya.
Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang
kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.
Sementara generasi muda betawi
yang lain yang banyak pula yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di
perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, Walaupun budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk
bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung
kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Dan walaupun banyak
tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang
tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum, Kami akan
selalu Bangga Menjadi Warga Betawi.
Nilai positif dan nilai negatif dari kebudayaan Betawi adalah jiwa sosial mereka yang sangat tinggi walaupun
kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Juga sangat
menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang
beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai
pluralisme. Mereka sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku
kebanyakan warga yang masih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan
dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar