Selasa, 13 Desember 2011

PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


I.  PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


Kebudayaan suku Betawi merupakan kebudayaan asli Kota Jakarta. Kebudayaan suku Betawi terbentuk dari akulturasi (percampuran) berbagai kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena Jakarta sebagai tempat hidup suku Betawi merupakan daerah pesisir yang sejak dahulu menjadi pusat perdagangan. Oleh karena itu, dengan sendirinya menjadi tujuan berbagai etnis dari kawasan Nusantara dan dunia.
Di samping itu, sikap terbuka orang Betawi dan penghargaannya yang tinggi terhadap perbedaan juga turut mempercepat akulturasi tersebut. Karena akulturasi tadi, kebudayaan suku Betawi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis berdasarkan pengaruh kebudayaan-kebudayaan asal yang membentuknya, yaitu:
1.  Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan Arab dan melayu, seperti samrah, rebana dan marawis.
2. Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan Cina seperti lenong, topeng betawi, tari cokek dan tari yapong.
3.  Kebudayaan yang terbentuk oleh pengaruh kebudayaan Portugis dan Belanda, misalnya keroncong tugu dan tanjidor.
Kebudayaan suku Betawi bisa jadi menjadi kebudayaan terkaya yang dimiliki Indonesia. Mengingat akulturasi yang terjadi pada kebudayaan suku ini yang cukup banyak. Tidak mengherankan jika akhirnya kebudayaan suku Betawi ini menarik minat para pendatang untuk ikut mendiami sebagian besar wilayah Jakarta sebagai tempat berlangsungnya kebudayaan suku Betawi secara turun-temurun.

Kebudayaan Suku Betawi yang Khas
1. Kesenian Suku Betawi – Ondel-Ondel
Ondel-ondel merupakan salah satu kebudayaan suku Betawi. Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukkan rakyat yang sering digelar dalam pesta rakyat. Seiring semakin modernnya dan tersisihnya eksistensi Suku Betawi di Jakarta sekarang ini sedang menggalakkan untuk melestarikan kebudayaan suku betawi, khususnya ondel-ondel.
Kebudayaan suku Betawi ini berbetuk boneka besar yang memiliki tinggi sekitar 2,5 meter dan berdiameter 80 cm. ondel-ondel ini dibuat dari anyaman bamboo yang telah didesain sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk dipikul oleh orang yang berada didalamnya.
Bagian wajah ondel-ondel berupa topeng atau kedok. Wajah ondel-ondel laki-laki dan perempuan berbeda. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya berwarna merah. Sementara itu, ondel-ondel perempuan memiliki wajahnya yang berwarna putih. Kebudayaan suku Betawi ini diperkirakan suda hada sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Awalnya, ondel-ondel memiliki fungsi sebagai penolak bala atau menghindari gangguan roh halus yang gentayangan. Namun, seiring perkembangan zaman, kebudayaan suku betawi ini pun sering dipentaskan atau digelar untuk menyemarakkan pesta rakyat atau untuk menyambut tamu hormat.
Kebudayaan suku Betawi ini biasanya diiringi dengan musik. Musik yang mengiringi ondel-ondel pun bergantung pada rombongan pengiring ondel-ondel. Biasanya, ondel-ondel diiringi kesenian khas betawi, yaitu tanjidor dan rebana.
Meskipun arus modernisasi semakin deras, ondel-ondel dan warisan kebudayaan suku Betawi lainnya, seperti tanjidor dan lenong harus menunjukkan eksistensinya walaupun kalah dari kebudayaan asing.


Kehidupan sosial masyarakat Betawi yang santun dan agamis terbukti "tahan banting" oleh budaya metropolitan yang individualis dan materialistis, walau demikian masih banyak di antara generasi muda Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya. Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.
Sementara generasi muda betawi yang lain yang banyak pula yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, Walaupun budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Dan walaupun banyak tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum, Kami akan selalu Bangga Menjadi Warga Betawi.
Kehidupan sosial masyarakatnya yang santun dan agamis terbukti "tahan banting" oleh budaya metropolitan yang individualis dan materialistis, walau demikian masih banyak di antara generasi muda Betawi yang mengalami pengkaburan Iman dan sulit memisahkan secara tegas antara halal dan haram. Pada gilirannya mereka mulai mengenal dan mengakrabi minuman keras, narkotika dan zat adiktif lainnya. Gaya hidup mereka yang semakin konsumtif tidak dibarengi dengan etos kerja yang kuat, sehingga menimbulkan kerawanan sosial.
Sementara generasi muda betawi yang lain yang banyak pula yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak berusaha mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta atau instansi pemerintah, Walaupun budaya KKN masih sedemikian kentalnya dan opini yang selama ini terbentuk bahwa : “ Betawi malas kerja dan tidak berpendidikan ” masih mengungkung kesadaran para pengusaha dan pengambil kebijakan. Dan walaupun banyak tanah-tanah adat milik masyarakat Betawi yang dirampas oleh sebagian pendatang tanpa pernah ada penyelesaian yang pasti dari aparat penegak hukum, Kami akan selalu Bangga Menjadi Warga Betawi.

Nilai positif dan nilai negatif dari kebudayaan Betawi adalah jiwa sosial mereka yang sangat tinggi walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Mereka sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang masih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.

Sumber:






0 komentar:

Posting Komentar